Jamur antagonis adalah
kelompok jamur pengendali hayati yang mempunyai kemampuan mengganggu proses
hidup patogen tanaman. Mekanisme jamur antagonis dalam menghambat patogen
tanaman dapat melalui antibiosis, lisis, kompetisi, dan parasitisme. Di samping
itu, jamur antagonis mampu mencegah infeksi patogen terhadap tanaman melalui aktivitas
Induce Sistemic Resistance (ISR).
Eksplorasi merupakan
langkah awal untuk mendapatkan antagonis yang berkualitas. Oleh karena itu,
diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam menentukan waktu, tempat, metode,
serta penanganan sampel hasil eksplorasi. Selanjutnya, jamur antagonis hasil
eksplorasi perlu diuji di laboratorium (in
vitro), rumah kasa (in planta),
dan di lapangan (in situ). Jamur
antagonis yang terpilih sebaiknya memilki sifat: (1) dapat menghambat
pertumbuhan patogen tanaman, (2) berkecambah dan tumbuh dengan cepat, (3) tahan
atau toleran terhadap antagonis lain, (4) persisten dalam keadaan ekstrim, (5)
dapat diproduksi secara massal, dan (6) tidak menyebabkan gangguan terhadap
tanaman.
Pada umumnya,
eksplorasi jamur antagonis dari rizosfer tanaman lebih mudah dibandingkan dari
sampel daun atau bagian tanaman yang lain, karena di rizosfer banyak terdapat
senyawa-senyawa organik yang sangat berguna bagi pertumbuhan beberapa
mikroorganisme, termasuk jamur antagonis. Senyawa organik yang dikeluarkan
tanaman melalui akar dapat berupa
eksudat, sekresi, plant mucilage,
mucigel, dan lisat. Jenis tanaman dan jenis tanah sangat menentukan jenis jamur
antagonis yang ditemukan. Misalnya, Gliocladium
banyak terdapat di rizosfer tanaman tebu, atau tanaman kacang-kacangan
(leguminaceae). Beberapa jamur antagonis lain seperti Trichoderma mampu tumbuh pada jaringan tanaman sakit, atau yang
telah lapuk, selain juga banyak ditemukan di tanah kompos.
Beberapa metode yang
dapat dilakukan dalam eksplorasi jamur antagonis adalah sebagai berikut:
1.
Eksplorasi dari sampel tanah
Langkah awal yang perlu dilakukan adalah menentukan
jenis tanaman dan jenis tanah. Tanah di sekitar perakaran (rizosfer) tanaman
digali sedalam 0-30 cm. Sampel tanah yang telah didapatkan kemudian diisolasi
di laboratorium dengan metode pengenceran bertingkat (serial dillution) hingga 103-106.
Suspensi hasil pengenceran dituangkan/ditumbuhkan pada media Water Agar (WA) dan diinkubasikan selama
3-5 hari. Koloni-koloni yang tumbuh diisolasi kembali dengan ditanamkan pada
media Potato Dextrose Agar (PDA) dan diinkubasikan selama 3-5 hari. Koloni yang
tumbuh diidentifikasi secara makroskopis dengan mengamati tipe dan warna
koloni, dan secara mikroskopis dengan mengamati struktur hifa, bentuk dan
ukuran pialid dan konidia.
2.
Eksplorasi dari bahan tanaman
Beberapa jamur antagonis mampu tumbuh pada bahan
tanaman yang telah lapuk, bahan tanaman sakit, bahkan dapat tumbuh pada badan
buah patogen tanaman tertentu. Jamur antagonis yang paling sering tumbuh pada
kondisi seperti ini adalh genus trichoderma. Antagonis ini biasanya ditandai
dengan tumbuhnya koloni berwarna hijau pada media tempat tumbuhnya. Koloni
jamur yang diduga sebagai antagonis ini diisolasi di laboratorium dengan
menanamkannya pada media Dextrose Agar (PDA) dan diinkubasikan selama 3-5 hari.
Koloni yang tumbuh diidentifikasi secara makroskopis dengan mengamati tipe dan
warna koloni, dan secara mikroskopis dengan mengamati struktur hifa, bentuk dan
ukuran pialid dan konidia.
3.
Eksplorasi dengan cara pemerangkapan (baiting method)
Teknik pemerangkapan biasanya dilakukan untuk
mendapatkan jamur antagonis tertentu secara selektif. Pada umumnya,
pemerangkapan dilakukan dengan menggunakan buah (misalnya apel), sayuran segar
(misalnya timun dan wortel), atau bahan tanaman lain (misalnya daging buah
kelapa), yakni dengan melukai bahan tersebut kemudian ditanamkan sebagian atau
diletakkan di atas tanah rizosfer atau tanah berpenekanan (supressive soil), kemudian diamati setiap hari hingga tumbuh koloni
jamur yang dicurigai sebagai antagonis. Koloni tersebut diisolasi di
laboratorium dengan menanamkannya pada
media Dextrose Agar (PDA) dan diinkubasikan selama 3-5 hari. Koloni yang tumbuh
diidentifikasi secara makroskopis dengan mengamati tipe dan warna koloni, dan
secara mikroskopis dengan mengamati struktur hifa, bentuk dan ukuran pialid dan
konidia.